Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Metode Geolistrik
Geothermal atau
panas bumi merupakan energi alternatif yang ada sekarang, dengan keadaan sumber
minyak dan gas bumi yang semakin langka. Di Indonesia sumber energi panas bumi
juga tersebar di banyak tempat, tetapi belum semuanya dieksplorasi apalagi di
ekploitasi. Diperkirakan Indonesia mempunyai potensi sumber daya
sekitar 20.000 MW sumber panasbumi. Sampai saat ini baru sekitar
3,04% dari sumber daya yang ada atau kurang dari 1000 MW
yang sudah dieksplorasi. Hal ini disebabkan biaya untuk eksploitasi sumber
panas bumi masih tergolong belum ekonomis, karena besarnya biaya produksi
dibandingkan harga jual.
Geothermal dapat diartikan sebagai jumlah
kandungan panas yang tersimpan dalam bumi yang membentuk sistem panas bumi yang
telah ada sejak awal bumi terbentuk. Suatu sistem panas bumi merupakan
merupakan sistem hidritermal, yaitu sistem pemanasan air dimana panas bumi
memanaskan air yang terkumpul, sehingga persyaratan sistem panas bumi yaitu
adanya air, batuan pemanas, batuan sarang dengan porositas yang tinggi, dan
batuan penutup yang berfungsi menahan agar panas tidak keluar dari tempat
tersebut.
Metode yang paling sering digunakan
untuk penelitian dan eksplorasi panas bumi adalah metode geolistrik, khususnya
dengan mendeteksi tahanan jenis dari suatu daerah yang diteliti. Hal ini
bermanfaat karena dapat menentukan distribusi tahanan jenis dari batuan-batuan
yang ada di bawah permukaan bumi dengan itu dapat diinterpretasi
material-material yang ada di permukaan bumi.
Metode tahanan jenis terutama sangat
berguna untuk daerah-daerah yang mempunyai kontras atau perbedaan tahanan jenis
yang cukup jelas dengan daerah sekitarnya, seperti pada daerah suber daya panas
bumi.
Dengan metode geolistrik, struktur
di bawah permukaan daerah panas bumi dapat dipetakan guna penyelidikan panas
bumi. Struktur ini dapat diperlihatkan melaui penampang tahanan jenis dari
struktur bawah permukaan bumi yang mencerminkan sifat fisik dari lapisan di
dalam permukaan daerah tersebut.
Metode
geolistrik dilakukan dengan pengukuran beda potensial pada titik-titik di
permukaan yang dilakukan dengan produksi langsung arus yang dialirkan ke bawah
permukaan. Hal ini dilakukan guna mengetahui perbedaan-perbedaan atau kontras
tahanan jenis material di bawah permukaan bumi dan kemudian digunakan untuk
mengiterpretasi material-material yang ada di bawah permukaan bumi.
Berdasarkan
tujuan dan cara pengubahan jarak elektroda, survey geofisika dibagi menjadi dua
yaitu mapping dan sounding.
Pada
mapping digunakan untuk mengetahui persebaran tahanan jenis dari material
secara lateral atau horizontal pada kedalaman tertentu di bawah permukaan bumi.
Jarak antar elektroda dibuat tetap sesuai dengan kedalaman daya penetrasi atau
kedalaman tempat yang ingin dideteksi tahanan lateralnya, kemudian susunan elektroda
dipindahkan menurut jalur urutan tertentu.
Pada
sounding digunakan untuk mendeteksi perbedaan tahanan jenis material di bawah
permukaan bumi secara vertikal, jarak antar elektroda diperbesar pada suatu
arah bentangan pada suatu titik tertentu.
Konfigurasi geolistrik Schlumberger yang biasa digunakan bertujan untuk
mengidentifikasi diskontinuitas lateral atau anomali konduktif lokal. Arus dinjeksikan
melalui elektroda AB, dan pengukuran beda potensialnya dilakukan pada elektroda
MN, dimana jarak elektroda arus (AB) jauh lebih besar dari jarak elektroda
tegangan (MN).
Karena sifat bumi
yang umumnya berlapis, sehingga lapisan yang diukur tidak homogen, dengan
keadaan ini bisanya tahanan jenis yang terukur itu adalah tahanan jenis semu
atau apparent resistivity.
Besar tahanan jenis semu dipengaruhi oleh konfigurasi
elektroda yang digunakan, hal ini disebabkan karena setiap konfigirasi
elektroda memiliki faktor yang berbeda dalam perhitungan penentuan tahanan
jenis semu berdasarkan pada susunan dari elektrodanya.
Referensi
Sulistyarini, Ika Yulia. 2011. “Aplikasi Metode Geolistrik
Dalam Survey Potensi
Hidrothermal (Studi Kasus: Sekitar Sumber Air Panas Kasinan Pesanggrahan Batu)”.www.nitropdf.com/Jurnal
Neutrino.
Minarto,
Eko. - . Pemodelan Inversi Data Geolistrik Untuk Menentukan Struktur
Perlapisan Bawah Permukaan Daerah
Panasbumi Mataloko. www.its.ac.id/Penelitian 4
Sedimen Klastik Terigen
Sediemn klastik terigen adalah matrial yang terdiri dari partikel klastik, yang bersumber dari batuan asal.partikel klastik pada prinsipnya merupakan hasil erosi dari batuan dasar. Batu gamping adalah batuan sedimen yang terdiri dari 50 % atau lebih CaCO3.
Sedimen dan batuan sedimen dapat dibedakan oleh proses lithifikasi, pasir, lempung, atau lanau adalah sedimen, dan batu pasir, batu lempung, atau batu lanau adalah sedimen yang telah mengalami lithifikasi dan terubah menjadi batuan.
Material sedimen klastik juga dibedakan berdasar ukuran butir, biasanya menggunakan skala Wentworth. Dari skala berkelipatan 2, untuk memudahkan penulisan maka dibuat skala phi dengan dengan melogaritmakan skala Wentworth berbasis 2 dan dinegatifkan, sehingga didapat skala dengan bilangan bulat dan terbalik dengan skala Wentworth karena nilai logaritmanya dinegatifkan.
Butiran klastik yang berukuran antara 64 mm - 256 mm pada batuan, maka batuan disebut konglomerat, dan disebut breksi jika butiran menyudut. Jika batuan merupakan campuran membundar dan menyudut maka kadang diistilahkan dengan Breksio-konglomerat.
Jika konglomerat terdiri dari satu jenis material maka disebut monomict, dan jika terdiri dari banyak material disebut polymict, jika hanya terdapat 2 atau 3 sedimen klastik maka disebut oligomict.
Arah kemiringan klastik pada batuan dapat digunakan untuk memprediksi arah alirah fluida pengangkut kerikil. Orientasi merupakan hal yang sangat penting dalam sedimentasi, dengan mengenal orientasi sedimen kita dapat menginterpretasi proses sedimentasi seperti
Proses pergeraka fluidanya,
Pemilahan, kebundaran, kebulatan, merupakan beberapa cara untuk menganalisis batuan. Kebundaran butiran batuan dipengaruhi oleh kontak dengan butir lain, atau partikel yang diam. Awalnya permukaan butiran menyudut, dengan abrasi dan benturan-benturan saat transportasi membuatnya semakin bundar. Sejarah transportasi pada batuan yang mempengauhi kebundaran batuan, baik dari kuat arus yang membawanya, lama ia tertransport, maupun berapa jauh material itu tertransport.
Kebulatan menyatakan kedekatan bentuk butiran dengan bola. Bentuk butiran ini ditentukan oleh bentuk asalnya pada saat pelapukan terjadi, transportasi dapat merubah kebundaran, tapi tidak pada kebulatan. Kebulatan menjadi penting karena merupakan pembawaan setelah pelapukan, jadi kita dapat memperkirakan asal butiran pembentuk batuan dari kebulatannya.