Ekskursi Geowisata dilakukan pada
tanggal 29 April 2012 yang dilakukan di Gunung Puntang. Ekskursi dilakukan bersama mahasiswa-mahasiswi
lain yang mengambil mata kuliah ini dan oleh bimbingan dari bapak Budi
Brahmantyo selaku dosen mata kuliah Geowisata.
Perjalanan ke gunung Puntang dimulai
dari ITB dengan naik bus pada pukul 07.52 WIB dan sampai di gunung puntang pada
pukul 09.40 WIB, berarti perjalanan dari ITB ke Gunung Puntang menghabiskan
waktu 1 jam 48 menit. Jalan di Gunung Puntang (yang masih bisa dialalui bus)
aspalnya rusak dan berbatu, disekeliling jalan ada banyak pohon Pinus.
Ada dua jalur yang dapat dilalui
jika ingin mencapai gunung Puntang dari Bandung, yaitu lewat Soreang dan
Banjaran.
Tempat yang paling pertama dijumpai
disana adalah puing-puing bekas radio Malabar, sebuah radio dengan pemancar
kuat pada masanya dan sangat fenomenal dikarenakan antena yang digunakan untuk
memancarkan sinyal radio memiliki panjang 2 km, membentang diantara
gunung Malabar dan Halimun dengan ketinggian dari dasar lembah mencapai 500
meter. Sulit untuk dibayangkan bagaimana caranya
untuk membangun bangunan sebesar itu dengan menggunakan
teknologi yang ada pada masa tersebut.
Pada bagian dasar
lembah, dahulu terdapat suatu bangunan yang cukup besar yang berfungsi sebagai
stasiun pemancar yang digunakan untuk mendukung komunikasi ke negeri Belanda
yang berjarak 12000 km. Uniknya, mereka bisa mendapatkan lokasi yang sangat
ideal seperti ini, karena arah propagasi struktur antena tersebut memang menuju
negara Kincir Angin terebut. Selain itu tempat ini cukup tersembunyi.
Uniknya, stasiun ini adalah murni
pemancar, sedangkan penerimanya ada di Padalarang (15 km) dan Rancaekek (18 km).
Hebohnya lagi, karena teknologinya masih boros energi, Belanda membangun
PLTA di Dago, PLTU di Dayeuh kolot, dan PLTA di Pangalengan, lengkap
dengan jaringan distribusinya hanya untuk memenuhi kebutuhan si pemancar !
Pemancar ini antara lain masih menggunakan teknologi kuno yaitu busur listrik (Poulsen)
untuk membangkitkan ribuan kilowat gelombang radio dengan panjang gelombang 20
km s/d 7,5 km.
Perjalanan ke atas sedikit dari
daerah sisa-sisa puing radio Malabar terdapat kolam Cinta, konon jika cuci muka
atau berendam di kolam ini akan membuat hubungan langgeng dengan pasangannya. Kolam
ini merupakan sisa sejarah Gunung Puntang yang masih utuh tersisa. Kolam ini
berbentuk hati, mungkin ini salah satu sebab kolam itu diberi nama kolam cinta.
Perjalanan kemudian dilanjutkan
naik ke atas gunung dengan tujuan mencapai curug Siliwangi. Jalanan dengan
medan yang cukup susah dilewati. Perjalanan melewati hutan dan menelusuri
sungai Cigeureuh dengan bongkah-bongkah batuan yang mempersulit untuk melewati
jalannya, sungai juga lumayan deras dan beberapa batu pijakan licin. Inilah
karakteristik sungai muda, lembah yang terjal dengan bebatuan di sekitarnya,
sehingga sulit untuk dilewati.
Kami menargetkan jam 1 siang sudah
sampai di curug Siliwangi, untuk menuju curug siliwangi memerlukan waktu 2 jam
dengan kecepatan normal dan tidak tersesat tentunya. Namun apa daya jalan
menuju kesana tak kami temui, akhirnya sampai jam 1 siang kami tetap menelusuri
sungai Cigeureuh tanpa petunjuk keberadaan curug Siliwangi. Akhirnya kami makan
siang saat itu sambil duduk-duduk di Bongkah batuan Sungai Cigeureuh.
Batuan di sungai Sungai Cigeureuh
merupakan bongkah batuan beku yang merupakan longsoran dari tebing-tebingnya. Tebing dan sungai yang
jernih dengan bebatuan di Sungai memiliki daya tarik tersendiri dari sungai di
gunung Puntang ini selain cerita sejarahnya yang mengagumkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar